Wawancara Konseling untuk
Membuat Pilihan
Konseli : “Selamat siang Bu?”
Konselor : “Selamat siang Sinta.”
Konseli : “Ibu, adakah waktu untuk saya?”
Konselor : “Ya sudah, mari kita masuk saja ke
ruangan Ibu. Kurang pas kalau berbicara di luar. // Silakan duduk. Selama dua
minggu ini, sepertinya Sinta tidak mengikuti mata kuliah Ibu?”
Konseli : “Iya Bu. Saya hari Kamis kemarin
sakit, Kamis besoknya lagi, kebetulan saudara saya sedang punya hajat. Saya mau
menghubungi teman-teman saya, handphone saya rusak karena kehujanan.”
Konselor : “Oh, begitu… // Tidak apa-apa.
Masalah persensi, nanti akan Ibu perbaiki. // Sepertinya banyak yang sedang
Sinta pikirkan?”
Konseli : “Iya Bu, saya punya banyak masalah
dan masalah ini sangat mengganggu pikiran saya.”
Konselor : “Masalah apa Sinta? Kalau bisa, coba
dijelaskan!”
Konseli : “Saya bingung Bu, harus memulai
dari mana. Masalah ini menyangkut masa depan saya.”
Konselor : “Oh begitu… // Tadi Sinta mengatakan
masalah Sinta akan menentukan masa depan Sinta. // Sepertinya Sinta merasa
resah dan bimbang.”
Konseli : “Memang begitu Bu.”
Konselor : “Coba dijelaskan lebih terinci,
supaya Ibu bisa lebih mengerti!”
Konseli : “Begini Bu, Saya punya pacar orang
daerah tempat tinggal saya. Kami pacaran sudah 4 tahun. Bukan waktu yang singkat
bagi kami dalam menjalin hubungan. Sudah saatnya untuk memikirkan ke jenjang
yang lebih serius.”
Konselor : ”Sinta pacaran sudah 4 tahun. //
Kalian ingin memikirkan keseriusan untuk hubungan kalian?”
Konseli : “Iya Bu. Tapi saya masih
kuliah. Saya juga baru semester 5.”
Konselor : “Bagaimana dengan orang tuamu dan
orang tua pacarmu?”
Konseli : “Orang tua saya menyetujui dan
bagitu juga dengan orang tua pacar saya.”
Konselor : “Orang tua kedua belah pihak sudah
menyetujui. // Lantas apa yang membuat Sinta gelisah?”
Konseli : “Saya bingung Bu. Harus
menyelesaikan kuliah saya dulu atau menikah. // Umur saya 22 tahun, sedangkan
pacar saya umurnya 28 tahun.”
Konselor : “Antara menyelesaikan kuliah dulu
atau menikah. Apa sebelumnya sudah Sinta bicarakan dengan pacarmu dan orang tua
pacarmu?”
Konseli : “Sudah Bu. Mereka menyetujui kalau
kami menikah terlebih dahulu lalu melanjutkan kuliah. Lagi pula, teman-teman
pacar saya kebanyakan sudah menikah, bahkan beberapa diantaranya sudah
mempunyai anak.”
Konselor : “Pacar dan orang tua pacar Sinta
menyetujui kalau kalian menikah terlebih dahulu dan umur pacar Sinta sudah
pantas untuk menikah. // Lantas bagaimana dengan orang tuamu?”
Konseli : “Orang tua saya bilang, kalau bisa
saya lulus kuliah terlebih dulu baru menikah, supaya tidak membebani suami saya
kelak.”
Konselor : “Jadi Sinta bimbang jika menikah
dulu akan membebani suamimu kelak dalam membiayai kuliahmu. Sedangkan umur
pacarmu sekarang sudah pantas untuk menikah. Begitu Sinta?”
Konseli : “Benar Bu. Tapi bukan hanya karena
itu saja permasalahannya.”
Konselor : “Bisakah Sinta menceritakannya
kepada Ibu?”
Konseli : “Masyarakat di sekitar lingkungan
kami sering membicarakan kami dan seolah-olah mereka mendesak kami untuk segera
menikah karena kami sudah lama menjalin hubungan. // Tapi saya merasa tidak
enak dengan calon mertua saya jika kami segera menikah. Karena belum apa-apa
saya sudah menjadi tanggungan suami saya. // Sedangkan saya dulu berniat ingin
kuliah sampai lulus lalu bekerja untuk membantu membiayai pendidikan adik saya
dan membahagiakan orang tua saya, setelah itu baru menikah. // Tapi sekarang
kenyataan membuat saya bimbang. Pacar saya sudah mapan sebagai PNS dan umurpun
sudah mendukung untuk menikah.”
Konselor : “Masyarakat di sekitar tempat tinggal
kalian mendesak agar segera menikah. Tapi Sinta merasa tidak enak dengan calon
mertua. // Di lain pihak, Sinta ingin membantu membiayai pendidikan adikmu dan
ingin membahagiakan kedua orang tuamu setelah lulus kuliah dan bekerja. //
Pacarmu sudah PNS dan umurnyapun sudah mendukung untuk menikah. // Bagaimana
dengan pacarmu mengenai keadaan keluargamu?”
Konseli : “Pacar saya bilang, tidak apa-apa
kami menikah dulu. Masalah keluarga saya, besok dipikirkan bersama-sama. Pacar
saya juga mengatakan akan membantu membiayai pendidikan adik saya sampai saya
mendapatkan pekerjaan kelak.”
Konselor : “Pacarmu sepertinya saya sekali
denganmu dan keluargamu. Perhatian yang dia berikan sangat besar. // Di antara
kedua pilihan itu, Sinta cenderung memilih yang mana?”
Konseli : “Saya cenderung memilih untuk
menikah dulu Bu. Kasihan pacar saya yang sudah menunggu lama, mengingat umur
juga sudah matang.”
Konselor : “Apakah Sinta sudah yakin dengan
pilihan Sinta itu?”
Konseli : “Saya rasa, saya sudah yakin Bu
dengan pilihan saya. Tapi saya masih bingung dalam menghadapi orang tua saya.”
Konselor : “Andaikata seperti ini : Sinta
mencoba meyakinkan kepada kedua orang tua Sinta bahwa hubungan kalian itu sudah
seharusnya dibawa ke janjang yang lebih serius, dengan Sinta meyakinkan bahwa
pacar Sinta sudah bersungguh-sungguh berniat serius.”
Konseli : “Tapi Bu, kalau orang tua saya
masih belum bisa menyetujui hubungan keseriusan kami untuk menikah
sekarang-sekarang ini, bagaimana?”
Konselor : “Ada baiknya jika pacarmu itu berbicara
langsung dengan kedua orang tuamu. Bahkan bila perlu, pacarmu mengajak kedua
orang tuanya untuk datang berkunjung ke rumahmu.”
Konseli : (Mengangguk-angguk) “Saya sependapat dengan usul Ibu. Barangkali
dapat saya coba. Tapi sebelumnya, saya akan membicarakannya lagi dengan pacar
saya.”
Konselor : “Kiranya pembicaraan kita sudah
sampai pada titik penyelesaian. Setelah tadi Sinta menguraikan
permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi Sinta, sekarang Sinta sudah
merasa sedikit lega bukan?”
Konseli : “Iya Bu, saya sudah merasa lebih
baik dan mendapat gambaran tentang apa yang akan saya lakukan nantinya.”
Konselor : “Ibu rasa Sinta bisa menjalankan
keputusan ini dengan baik. Yakinlah bahwa Sinta mampu membahagiakan kedua orang
tuamu meskipun Sinta sudah menikah kelak.”
Konseli : “Iya Bu, saya yakin saya pasti
bisa membahagiakan kedua orang tua saya meskipun saya sudah menikah kelak. Saya
sangat berterima kasih kepada Ibu telah membantu menyelesaikan permasalahan
saya.”
Konselor : “Iya Sinta, sama-sama. // Jika
seandainya Sinta ada permasalahan lagi, Sinta bisa membicarakannya lagi dengan
Ibu.”
Konseli : “Saya kira cukup sekian dulu Bu.
Selamat siang?”
Konselor : “Selamat siang Sinta.”